Oleh: akbarzainudin | Februari 5, 2013

 

Mutiara Man Jadda Wajada #1

MENJAGA HATI

احرص علي حفظ القلوب من الاذي فرجوعها بعد التنافر يصعب

“Ihrish ‘ala hifdzi al-quluubi min al-adzaa farujuu’uhaa ba’da at-tanaafuri yash’ub”

Berusahalah menjaga hati dari rasa sakit, karena kembalinya hati setelah saling menjauhi sangat sulit

Apa yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya? Hati dan perasaan. Manusia mempunyai hati dan perasaan yang peka yang perlu kita jaga agar tidak terluka.

Dalam hubungan sehari-hari, di rumah dengan pasangan, anak-anak, orang tua, kakak dan adik, juga dengan teman-teman di sekolah, tempat kuliah dan di kantor berusahalah sekuat tenaga untuk menjaga perkataan dan sikap kita agar tidak menyakiti orang lain.

Mungkin kita berpikir bahwa tidak apa-apa, sekarang akan terluka, toh nanti sembuh dengan sendirinya. Ternyata tidak begitu, hati yang terluka tidak mudah disembuhkan. Walau sudah sembuh sekalipun, bekas luka itu tidak serta merta menghilang. Luka itu akan selalu membekas, hingga lama, bahkan kadang tidak bisa hilang sama sekali.

Menjaga hati, menjaga perasaan, adalah kunci hubungan baik dengan orang-orang di sekitar kita. Jika ingin memperbaiki hubungan kita, mulailah dengan menjaga hati dan perasaan.

Oleh: akbarzainudin | Februari 23, 2012

Semut: Kaos Kreatif dari Medan

Ternyata, produk tas dan kaos kreatif tidak hanya di Jawa, tapi ada juga di Medan. Inilah salah satunya, Produk Semut Kreatif.

 

Kaos Semut Kreatif

Kaos Semut Kreatif

Oleh: akbarzainudin | April 26, 2010

Kesulitan Selalu Membuat Kita Jauh Lebih Tangguh

 

usi (tengah) dan Didi (Paling Kiri), Pemilik Usaha Raff Clothing

Lusi (tengah) dan Didi (Paling Kiri), Pemilik Usaha Raff Clothing

Apa bedanya ikan yang hidup di arus yang deras dengan ikan yang hidup di kolam yang airnya tenang. Ikan yang hidup di arus deras lebih tangguh dan kuat karena terbiasa menghadapi berbagai tekanan arus. Apalagi, jika kita bicara ikan-ikan di laut. Gambaran berbagai rintangan yang harus dihadapi oleh ikan-ikan laut seperti tergambar dalam film “Nemo”

memberikan kita pandangan betapa makhluk-makhluk di dalam laut mempunyai banyak tekanan dan ancaman yang membuat mereka masing-masing harus mempertahankan diri dengan baik jika ingin terus selamat.

Hampir semua makhluk hidup mempunyai mekanisme pertahanan diri yang berbeda antara satu dengan yang lain. Seekor ular mempunyai bisa yang digunakan untuk mempertahankan diri jika ada ancaman dari pihak luar. Seekor kuda mempunyai empat kaki yang tangguh yang bisa digunakan untuk mempertahankan diri dari berbagai ancaman baik dari depan maupun belakang.

Namun demikian, walaupun secara naluriah seekor binatang mempunyai mekanisme pertahanan dan kekuatan yang mampu digunakan dengan sebaik-baiknya, jika kekuatan itu tidak digunakan, maka kekuatan itu tidak akan bisa keluar. Sama dengan potensi manusia, jika tidak digunakan dengan baik, maka potensi itu juga tidak bisa keluar.

Ada sebuah buku yang menarik sekali yang bercerita tentang seekor gajah yang sedari kecil diikat dengan seutas tali kecil. Sang gajah memberontak, tetapi karena dia kecil, maka tali tersebut kuat menahan berat tubuhnya yang kecil. Lambat laun, gajah itu terus membesar. Tali yang melilit di lehernya tetaplah tali kecil yang dulu digunakan. Gajah itu sebenarnya sekarang memiliki kekuatan yang besar untuk keluar dari ikatannya. Tetapi karena ia terbiasa diikat sejak kecil dan saat ia mencoba keluar dari ikatan tidak mampu, maka hingga besarpun ia masih merasa bahwa ikatan itu terlalu kuat yang membuatnya tidak mau mengeluarkan kekuatan yang dimilikinya.

Itu terjadi karena gajah tersebut tidak pernah mempunyai tantangan berat karena setiap hari selalu dimanjakan dengan makanan dan minuman yang telah disiapkan oleh pelatihnya. Akibatnya, kemampuan yang dimilikinya tidak pernah bisa dimanfaatkan secara maksimal. Lebih celaka lagi, ia terjebak pada pengalaman masa lalu bahwa ia tidak mempunyai kemampuan besar untuk keluar dari berbagai tekanan.

Sama dengan manusia, jika seseorang tidak pernah mengalami berbagai kesulitan dan tekanan hidup, ia tidak akan pernah belajar untuk mengembangkan diri dan bertahan dengan baik. Tekanan hidup mengajarkan kita untuk bisa mengeluarkan semua potensi yang kita miliki dengan maksimal.

Bahkan, terkadang manusia mesti dijebloskan terlebih dahulu dalam sebuah tekanan yang besar, bahkan mesti dijatuhkan pada kondisi yang paling terpuruk sekalian. Keterpurukan yang mendalam biasanya menimbulkan energi yang luar biasa untuk bangkit.

Seperti orang yang sedang dikejar anjing, ia akan mampu mengeluarkan energi yang luar biasa untuk lari sekencang-kencangnya agar bisa menghindari kejaran anjing tersebut. Bahkan, mungkin ia akan melompati pagar tinggi yang dalam kondisi biasa akan sulit untuk bisa dilakukan.

Itulah yang terjadi pada sepasang suami istri Didik dan Lusi Harijanto dari Surabaya. Beberapa tahun lalu, Tuhan menguji mereka berdua dengan turunnya kondisi ekonomi mereka, yang istilah mereka hingga dasar paling dalam. Mereka betul-betul berada dalam kondisi terpuruk yang membuat mereka harus memutar otak bagaimana mereka bisa keluar dari kondisi tersebut.

Bukan perkara mudah untuk bisa keluar dari tekanan yang hebat. Apalagi, tekanan itu datang berurutan membuat kita terkadang tidak siap dengan kondisi yang ada. Di sinilah kita benar-benar diuji. Jika mampu keluar dari tekanan, biasanya akan menjadi momentum perubahan yang luar biasa. Tetapi jika kita tidak mampu untuk keluar dari tekanan, maka bisa membuat kita terpuruk jauh lebih dalam.

Pada saat-saat seperti ini, yang dibutuhkan justru bukan sekedar pemikiran normal. Dibutuhkan pemikiran kreatif yang luar biasa agar seseorang mampu membuat berbagai terobosan baru sebagai sarana bisa keluar dari keterpurukan ini.

Setelah melihat berbagai alternatif yang bisa menjadi jalan keluar, akhirnya mereka berdua sepakat untuk memulai bisnis baru di bidang fashion. Menariknya, yang dipilih adalah baju-baju yang khusus menyasar segmen anak-anak muslim. Pilihan ini tentu saja setelah melalui berbagai pertimbangan panjang, di mana di segmen anak-anak muslim ini, terutama kaos masih belum banyak ada di pasaran. Kaos-kaos hasil desain mereka kemudian mereka beri label Raff Clothing.

Mulailah mereka mendesain produk-produk yang khas anak-anak bernuansa Islam. Mulai dari pengenalan huruf-huruf Arab, kata-kata yang bersifat Islamy, dan gambar-gambar yang menyangkut berbagai hal tentang keislaman. Kaos ini didesain dengan eksklusif dengan bahan-bahan yang berkualitas sehingga menarik perhatian banyak kalangan, terutama kalangan menengah ke atas.

Usaha yang dimulai dari industri kecil ini lambat laun terus berkembang pesat hingga sekarang. Area distribusi yang dulunya hanya terbatas di Surabaya dan Provinsi Jawa Timur sekarang ini sudah jauh berkembang ke seluruh Indonesia. Lambat laun, pelan tapi pasti Raff Clothing telah menancapkan mereknya yang cukup mendalam di bidang usaha kaos anak muslim di Indonesia.

Apa yang terjadi pada Didik dan Lusi ini patut menjadi contoh bagaimana membuat tekanan dan keterpurukan itu justru tidak menjadikan kita jatuh, tetapi hal tersebut malah membuat kita tergerak untuk memaksimalkan seluruh potensi dan kreativitas yang kita miliki secara maksimal.

Berbagai tekanan dan cobaan dalam hidup tidak boleh menjadikan kita lemah sehingga kemudian menjadi pasrah dengan keadaan. Jangan sampai kondisi sekarang membuat kita kehilangan harapan dan kemudian berputus asa. Tetapi justru bagaimana membuat semua keterpurukan dan tekanan itu sebagai sumber energi yang kuat untuk segera membalikkan keadaan menuju hal yang lebih baik.

Salam Man Jadda Wajada,

AKBAR ZAINUDIN

Penulis Buku (Motivasi) Laris: “Man Jadda Wajada: The Art of Excellent Life”, Penerbit Gramedia, Cetakan II, Februari 2010.

 

 

Oleh: akbarzainudin | April 23, 2010

Yang Tua Yang Berkarya

 

Ibu Sartje, Berkarya Tidak Mengenal Usia

Ibu Sartje, Berkarya Tidak Mengenal Usia

 

Berkarya itu tidak mengenal usia. Dan kreativitas itu bahkan bisa semakin banyak seiring dengan pengalaman hidup yang semakin beragam. Usia karenanya bukanlah alasan untuk kita berhenti berbuat. Kata kawan saya; umur hanyalah bilangan angka, tetapi semangat tetaplah anak muda.

Ibu Sartje adalah contoh menarik bagaimana justru semakin bertambah umur bahkan semakin banyak kreativitas yang dikerjakan. Berbekal pengalaman menggeluti dunia makanan sejak puluhan lalu, Ibu Sartje setelah pensiun kemudian mendirikan bisnis waralaba QueMama. Bisnis waralaba ini kemudian dikembangkan oleh anaknya, Adswin.

Produk utama yang dijual adalah berbagai kue dengan berbagai rasa. Dengan kreativitasnya, kue-kue ini tidak sekedar kue biasa, tetapi kue dengan bermacam-macam rasa dan bentuk. Saya sudah mencoba beberapa rasa, dan gurihnya racikan mama emang terasa.

Apa yang ditawarkan QueMama? Tentu saja adalah bisnis waralaba yang bisa dipilih mulai dari gerobak, toko kue kecil, hingga kafe. Que Mama akan mengirimkan bahan-bahan mentah yang siap digoreng kepada mitra-mitra waralabanya, dan para mitra tinggal memesan dan menggoreng bahan-bahan yang bisa bertahan sekitar 3 hari hingga seminggu ini sesuai dengan permintaan pelanggan.

Yang menarik dari Ibu Sartje tentu saja adalah semangatnya yang luar biasa. Sejauh ini yang saya temukan para penggiat bisnis waralaba ini biasanya didominasi kaum muda dengan keberanian melakukan berbagai inovasi yang dimilikinya. Tetapi sosok Ibu Sartje yang  berumur di atas 60 tahun ini mengingatkan saya, bahwa umur tidak boleh membuat semangat hidup kita menjadi lemah.

Sangat terpancar juga dari wajahnya bahwa Ibu Sartje melakukan semua ini dengan penuh cinta dan kesungguhan. Bagaimana ia masih ikut mengolah adonan kue, menggoreng pesanan pelanggan, membuat apa yang dihasilkan lebih dari sekedar makanan biasa. Serasa kalau kita memakan kue hasil gorengannya, ikut merasakan aura semangat yang luar biasa.

Bekerja memang mesti dilakukan dengan kesungguhan dan cinta. Dua hal inilah yang membuat hasil kerja kita tidak sekedar menjadi hasil karya yang biasa-biasa saja, tetapi memberikan nuansa berbeda. Karena bagaimanapun, konsumen kita adalah manusia yang juga bisa disentuh dari sisi perasaan mereka.

Dan sekali lagi, usia tidak boleh menghentikan kita. Memang secara fisik dengan bertambahnya umur maka kemampuan dan kekuatan berkurang. Tetapi sebaliknya, otak dan pengalaman kita mengalami perkembangan yang tidak berhenti. Karenanya, nikmat Tuhan berupa akal pikiran ini selayaknya terus kita gunakan dengan sebaik-baiknya, agar bisa terus berfungsi walau umur terus menggerogoti kita. 

Salam Man Jadda Wajada

BAHAN BACAAN

Buku Man Jadda Wajada, Penerbit Gramedia, Halaman 63-72

Oleh: akbarzainudin | April 22, 2010

Jahe Strawberry atau Capuccino?

 

Untung Santoso (Paling kiri) dan Darul Mahbar (Paling Kanan), Red Ginger

Untung Santoso (Paling kiri) dan Darul Mahbar (Paling Kanan), Red Ginger

Jahe merupakan salah satu rempah-rempah yang dari dulu terkenal khasiatnya. Sebagai salah satu tanaman obat, jahe berguna untuk menghangatkan badan, menambah stamina, dan mencegah “masuk angin”

.

Kalau kita bicara jahe, kita bicara tentang rempah-rempah yang ada di pasar. Jahe dijual secara kiloan, dipasarkan dengan pola yang sama antara satu pedagang dengan pedagang yang lain. Jadilah jahe sebagai komoditas. Lalu apa keunggulan bersaingnya? Tidak lain dan tidak bukan adalah harga. Siapa yang termurah dialah yang akan unggul.

Bersaing dengan keunggulan harga merupakan cerita lama tentang bagaimana menjual barang komoditas. Dan bagi orang-orang yang kreatif, hal itu perlu diberikan nilai tambah lain sehingga bisa dijual dengan harga yang jauh lebih mahal. Itulah yang akhirnya mendorong mas Untung Nugroho dan kawan-kawan mendirikan Red Ginger Corner.

Red Ginger Corner adalah “warung”

minuman jahe olahan dengan berbagai varian rasa. Ada jahe rasa strawberry, cappuccino, kopi, teh, susu, dan banyak lagi varian lainnya. Di samping itu, minuman jahe di sini bisa diseduh baik dalam keadaan panas maupun dingin.

Menurut Wikipedia, Jahe diperkirakan berasal dari India. Namun ada pula yang mempercayai jahe berasal dari Republik Rakyat Cina Selatan. Dari India, jahe dibawa sebagai rempah perdagangan hingga Asia Tenggara, Tiongkok, Jepang, hingga Timur Tengah. Kemudian pada zaman kolonialisme, jahe yang bisa memberikan rasa hangat dan pedas pada makanan segera menjadi komoditas yang populer di Eropa.

Karena jahe hanya bisa bertahan hidup di daerah tropis, penanamannya hanya bisa dilakukan di daerah katulistiwa seperi Asia Tenggara, Brasil, dan Afrika. Saat ini Equador dan Brasil menjadi pemasok jahe terbesar di dunia.

Terdapat tiga jenis jahe yang populer di pasaran, yaitu:

Jahe gajah/jahe badak. Merupakan jahe yang paling disukai di pasaran internasional. Bentuknya besar gemuk dan rasanya tidak terlalu pedas. Daging rimpang berwarna kuning hingga putih.

Jahe kuning. Merupakan jahe yang banyak dipakai sebagai bumbu masakan, terutama untuk konsumsi lokal. Rasa dan aromanya cukup tajam. Ukuran rimpang sedang dengan warna kuning.

Jahe merah. Jahe jenis ini memiliki kandungan minyak asiri tinggi dan rasa paling pedas, sehingga cocok untuk bahan dasar farmasi dan jamu. Ukuran rimpangnya paling kecil dengan warna merah dengan serat lebih besar dibanding jahe biasa.

Nah, membuat nilai tambah inilah yang semestinya memang menjadi pemikiran bagi kita semua. Dengan memberi nilai tambah, maka persaingan dan keunggulan bersaing kita tidak sekedar memberikan harga murah bagi produk-produk kita, tetapi memberikan layanan produk yang berkualitas sehingga kita bisa menjualnya dengan harga lebih mahal.

Yang dibutuhkan untuk memberikan nilai tambah ini juga sudah tersedia dalam diri kita: yaitu akal pikiran kita. Tinggal kita memeras otak kita semaksimal dan sekreatif mungkin, merenung setiap hari, apa yang bisa kita berikan sebagai nilai tambah untuk produk kita, jasa yang kita berikan, dan juga termasuk diri kita, sehingga menjadi keunggulan bersaing dibandingkan dengan yang lain.

Menariknya, bahan baku berupa jahe bubuk yang sudah dikemas merupakan kerjasama sekaligus diversifikasi produk yang sebelumnya dibuat oleh produsen jahe kemasan yang diproduksi oleh sesama kawan di komunitas TDA Jakarta Barat, mas Darul Mahbar.

Selama ini, mas Darul Mahbar memproduksi jahe dan dikemas sebagai minuman serbuk untuk kemudian dipasarkan ke seluruh Indonesia. Dengan Ginger Corner di mana mas Darul juga sebagai pendiri, akan membuka channel distribusi baru, sekaligus memberi nilai tambah untuk minuman jahe.

Jadi, mau coba Jahe Strawberry atau Jahe Capuccino? Atau mau coba jadi mitra waralaba bisnis Ginger Corner?

Salam Man Jadda Wajada.

DAFTAR BACAAN:

Buku Man Jadda Wajada, Penerbit Gramedia Pustaka Utama Jakarta, 2010

Oleh: akbarzainudin | April 21, 2010

Nugget Jamur Mahasiswa IPB

Inilah Kelompok Pengusaha Mahasiswa IPB Semester 7-8

Jamur merupakan salah satu jenis tumbuhan yang mengandung banyak manfaat, terutama antioxidant yang berguna untuk daya tahan tubuh dan juga memperlancar aliran darah. Sehingga dari zaman dahulu hingga sekarang, jamur banyak digunakan untuk berbagai produk kesehatan.

Salah satu yang menyulitkan penjualan jamur adalah jika dijual masih dalam bentuk jamur basah, maka ia tidak bisa bertahan lama, hanya bisa bertahan beberapa hari harus sudah dimasak. Kondisi ini yang membuat para petani jamur sering kesulitan dalam memasarkannya.

Pemerintahpun berupaya keras memanfaatkan kerjasama dengan berbagai perguruan tinggi untuk membuat berbagai penelitian dan terobosan untuk pengembangan pemasaran berbagai komoditas agar mempunyai nilai tambah. Nilai tambah dalam bidang pemasaran ini bertujuan agar berbagai produk komoditas di Indonesia bisa dijual dengan harga yang jauh lebih tinggi.

Dan peluang itulah yang “ditangkap”

oleh kelompok peneliti Mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB). Lewat program pengembangan penelitian mahaasiswa, mereka memanfaatkan dana penelitian itu untuk mengembangkan nugget yang terbuat dari bahan baku jamur.

Dipilihnya Nugget karena makanan ini cenderung praktis, mudah dibawa ke mana-mana, mudah dimasak, dan disukai banyak orang, terutama anak-anak. Dengan pengembangan nugget dari jamur ini diharapkan bisa memberikan alternatif makanan sehat, terutama buat anak-anak.

Setelah melalui penelitian yang mendalam dan setelah melakukan berbagai percobaan dan trial error yang cukup banyak, nugget jamur ini akhirnya bisa dibuat. Pertanyaan selanjutnya adalah, setelah produk ini jadi, lalu diapakan? Apakah sekedar menjadi laporan yang dibiarkan menumpuk di atas kertas?

Di sinilah ide bisnis kelompok mahasiswa ini datang. Mulailah mereka mengembangkan sistem distribusi melalui program kemitraan. Mereka yang membangun pabrik dan memproduksi nugget, dan mereka menggandeng mitra-mitra kerja untuk menjadi distributor. Cara menjadi distributorpun mudah, tinggal memberi deposit Rp 5 juta, distributor akan mendapatkan satu buah mesin pendingin dan produk-produk nugget yang siap jual. Jika ada dalam mesin pendingin, nugget ini bisa bertahan hingga satu bulan. Dan jika sudah habis, distributor tinggal memesan produk ini ke Bogor.

Saya melihat, beginilah sebenarnya proses kewirausahaan itu mestinya berlangsung. Adalah bagaimana hasil-hasil penelitian dari berbagai perguruan tinggi yang tersebar di seluruh Indonesia ini bisa dijadikan peluang untuk mengembangkan usaha. Dengan demikian, terdapat hubungan dan kerjasama yang erat antara perguruan tinggi dan dunia usaha.
Di samping itu, keberanian mengembangkan bisnis kawan-kawan mahasiswa yang baru menginjak semester 7 ini mesti diacungi jempol. Hasil karya dan kerja keras mereka patut diapresiasi. Begitulah semestinya bangsa ini, lulus kuliah mestinya bisa menciptakan lapangan kerja baru, bukan sekedar mencari-cari kerja. Selamat dan Sukses.

Salam Man Jadda Wajada.

BAHAN BACAAN
Buku Man Jadda Wajada, Penerbit Gramedia, Halaman 33-38.

Oleh: akbarzainudin | April 14, 2010

Bisnis Brownies BAJU

 

 

Aske (Baju Pink, 2 dari kiri), pemilik Brownies Baju dan kawan-kawan TDA Jakarta Barat

Kalau saya berkunjung ke suatu tempat atau pameran, saya biasanya memang mencari sesuatu yang bagi saya aneh, unik, atau menarik. Dan salah satu yang menarik di Pameran Wirausaha Komunitas TDA minggu kemarin adalah apa yang disajikan oleh ASKE, wanita muda yang menggeluti bisnis Brownies BAJU.

Saya langsung bertanya: ini jualan brownies apa jualan baju? Setelah ngobrol, ternyata jualan brownies. Dan baju adalah singkatan dari Bakar Keju. Menurut saya, penamaan yang menarik juga karena membuat orang bertanya-tanya dan penasaran.

Inget brownies, tentu saja saya teringat brownies kukus Amanda yang sangat terkenal dari Bandung. Dengan eksposur yang sangat luas, Amanda memang lebih menancap di mata konsumen. Namun demikian, menarik apa yang dijawab Aske saat saya bertanya apa tidak takut bersaing dengan Amanda?

Aske menjawab, setiap produk mempunyai konsumen sendiri-sendiri. Karena makanan adalah soal rasa, taste. Kalau produk kita mempunyai rasa unik yang tidak dimiliki oleh produk lain, orang akan terus kembali membeli makanan kita. Wah, ini jawaban yang sungguh menarik yang keluar langsung dari produsen makanan.

Bisa dimengerti bahwa dalam bisnis makanan, soal rasa menjadi keunggulan bersaing yang dijaga habis-habisan resepnya agar tidak dicuri oleh perusahaan lain. Saya jadi teringat film Spongebob di mana resep “Krabby Patty” menjadi andalan restoran cepat saji “Krusty Krab”

yang dimiliki oleh Eugene H. Krabs (Mr. Krabs), yang sangat terkenal seantero kota Bikini Bottom. Resep inilah yang selalu dicoba dicuri oleh Sheldon J. Plankton (Plankton), pemilik restoran cepat saji juga yang bernama The Chum Bucket yang letaknya berseberangan dengan Krusty Krab. Mati-matian Plankton berusaha mencuri resep, begitu juga Mr. Krabs bertahan mati-matian menjaga resep Krabby Patty. Serial yang dibuat Stephen Hillenburg, animator dan ahli biologi laut ini memang dominan mengetengahkan persaingan dua restoran cepat saji ini.

Kembali ke Brownies BAJU, salah satu yang menarik adalah dengan resep dan cara masak yang benar, brownies ini bisa bertahan hingga SATU BULAN. Menurut saya, ini menjadi menarik karena jika dikirimkan keluar daerah bisa bertahan hingga cukup lama. Dan hebatnya, brownies itu dibuat TANPA PENGAWET DAN TANPA PEWARNA. Karena itulah, brownies baju tidak hanya dijual di sekitar Jakarta sebagai tempat produksi, tetapi juga dikirimkan ke berbagai daerah di luar Jakarta.

Selain brownies, satu lagi produk menarik dari Aske adalah kue untuk diet, diet cookies. Kue ini cocok juga untuk penderita diabetes karena rendah gula, dan juga untuk penderita autis.

Diet Cookies (Dipegang Penulis), cocok untuk diet, penderita diabetes, dan autis.

Jadi, saya dapat pelajaran bagus dari Aske, bahwa akan selalu ada ruang buat kita kalau kita mau sedikit kreatif untuk bersaing dengan produk-produk lain, walaupun saingan kita adalah produk yang sudah terkenal. Karena Indonesia adalah pasar yang sangat luas, dengan lebih dari 200 juta orang, jika kita mampu memenuhi sedikit saja kebutuhan mereka, tentu produk kita akan dicari orang.

Aha, ada yang lupa saya tanyakan: Apa bedanya brownies itu dikukus dan dibakar? Ah, nanti saya tanya deh ke Aske di browniesbaju@gmail.com.

Salam Man Jadda Wajada,

BAHAN BACAAN
Buku Man Jadda Wajada, Penerbit Gramedia, Halaman 143-146.

Oleh: akbarzainudin | April 13, 2010

Cireng Bandung Cireng Cinta

Cireng Bandung Pun Naik Kelas

Bagi Anda yang berdomisili terutama di daerah Bandung, tentu saja kenal dengan Cireng, makanan tradisional yang dijual murah, dulunya hanya untuk jajanan anak-anak SD. Namun hebatnya, insting bisnis orang-orang Bandung ini begitu kreatif hingga sekarang Cireng ini naik kelas menjadi bisnis yang diwaralabakan. Jadi, jangan pernah remehkan bisnis cireng ini.

Saya cari di wikipedia, dan keterangan tentang Cireng ini adalah sebagai berikut: Cireng (singkatan dari aci goreng, bahasa Sunda untuk ‘tepung kanji goreng’) adalah makanan ringan yang berasal dari daerah Sunda yang dibuat dengan cara menggoreng campuran adonan yang berbahan utama tepung kanji. Makanan ringan ini sangat populer di daerah Priangan, dan dijual dalam berbagai bentuk dan variasi rasa. Makanan ini cukup terkenal pada era 80-an. Bahan makanan ini antara lain terdiri dari tepung kanji, tepung terigu, air, merica bubuk, garam, bawang putih, kedelai, daun bawang dan minyak goreng. Sekarang Cireng tidak hanya terdapat di Priangan saja, tetapi sudah menyebar ke hampir seluruh penjuru Nusantara. Cireng pada umumnya dijual oleh pedagang yang menaiki sepeda dengan peralatan membuat Cireng di bagian belakang sepedanya.

Sesuai dengan perkembangan zaman, cireng ini juga mengalami naik kelas dan perubahan bisnis yang cukup drastis. Kalau dulu hanya dimakan oleh anak-anak SD sambil diolesin sambal, sekarang ini cireng telah naik kelas menjadi salah satu komoditas makanan yang diwaralabakan, dan dijajakan tidak hanya di sekolah-sekolah SD, tetapi juga ada di berbagai mall yang berAC, dengan harga yang juga bisa dibilang tidak murah.

Saat saya berkunjung di pesta wirausaha dalam rangka ulang tahun komunitas Tangan Di Atas (TDA) di Jakarta minggu kemarin, saya menemukan bahwa cireng ini sudah dibuat dalam berbagai variasi, mulai dari bentuk kotak, daun, bulat, hingga berbentuk cinta. Rasanya juga bermacam-macam, mulai dari rasa ayam, sapi, abon, kornet, dan berbagai rasa lain.

Cireng Cinta, Enak juga…

Saya tertarik mencoba mencicipi rasa sapi, dengan tentu saja cireng yang berbentuk cinta. Rasa acinya masih terasa, jadi jangan makan cireng dalam keadaan dingin, karena akan terasa keras. Makanlah sesaat setelah digoreng sehingga kriuknya terasa. Karena di dalam cireng sendiri sudah terdapat oncom, dan biasanya sudah pedas, maka bagi yang tidak suka pedas, tidak usahlah ditambahkan cabe ataupun saus. Tetapi bagi yang suka pedas, bolehlah makan cireng ini ditambahkan dengan saus atapun cabe.

Moral ceritanya adalah, jika kita pengin mulai bisnis, ngga usah terlalu berpikir yang jauh-jauh, mulailah dari apa yang ada di sekitar kita. Jika kita berpikir kreatif, akan banyak potensi yang bisa kita kembangkan dari hal-hal sederhana di sekitar kita.

Selain itu, bukan jenis makanannya yang keren, ataupun jenis produknya. Cara mengemas makanan dengan variasi yang kreatif juga menentukan apakah suatu produk itu akan laku atau tidak. Sesederhana apapun suatu produk, jika dikemas dengan kemasan yang menarik, akan membuat kebutuhan orang akan produk itu menjadi terbangun.

Jadi, pernahkah Anda makan cireng, atau Anda pernah mempunyai pengalaman dengan cireng? Sok atuh diceritakan di sini, siapa tahu memberikan inspirasi bagi para pembaca yang lain.

Salam Man Jadda Wajada,

BAHAN BACAAN
Buku Man Jadda Wajada, Penerbit Gramedia, Halaman 235-240

Oleh: akbarzainudin | April 12, 2010

Cireng Bandung, Cireng Cinta

 

Cireng Bandung Naik Kelas

Cireng Bandung Naik Kelas

 

Bagi Anda yang berdomisili terutama di daerah Bandung, tentu saja kenal dengan Cireng, makanan tradisional yang dijual murah, dulunya hanya untuk jajanan anak-anak SD. Namun hebatnya, insting bisnis orang-orang Bandung ini begitu kreatif hingga sekarang Cireng ini naik kelas menjadi bisnis yang diwaralabakan. Jadi, jangan pernah remehkan bisnis cireng ini.

Saya cari di wikipedia, dan keterangan tentang Cireng ini adalah sebagai berikut: Cireng (singkatan dari aci goreng, bahasa Sunda untuk ‘tepung kanji goreng’) adalah makanan ringan yang berasal dari daerah Sunda yang dibuat dengan cara menggoreng campuran adonan yang berbahan utama tepung kanji. Makanan ringan ini sangat populer di daerah Priangan, dan dijual dalam berbagai bentuk dan variasi rasa. Makanan ini cukup terkenal pada era 80-an. Bahan makanan ini antara lain terdiri dari tepung kanji, tepung terigu, air, merica bubuk, garam, bawang putih, kedelai, daun bawang dan minyak goreng. Sekarang Cireng tidak hanya terdapat di Priangan saja, tetapi sudah menyebar ke hampir seluruh penjuru Nusantara. Cireng pada umumnya dijual oleh pedagang yang menaiki sepeda dengan peralatan membuat Cireng di bagian belakang sepedanya.

Sesuai dengan perkembangan zaman, cireng ini juga mengalami naik kelas dan perubahan bisnis yang cukup drastis. Kalau dulu hanya dimakan oleh anak-anak SD sambil diolesin sambal, sekarang ini cireng telah naik kelas menjadi salah satu komoditas makanan yang diwaralabakan, dan dijajakan tidak hanya di sekolah-sekolah SD, tetapi juga ada di berbagai mall yang berAC, dengan harga yang juga bisa dibilang tidak murah.

Saat saya berkunjung di pesta wirausaha dalam rangka ulang tahun komunitas Tangan Di Atas (TDA) di Jakarta minggu kemarin, saya menemukan bahwa cireng ini sudah dibuat dalam berbagai variasi, mulai dari bentuk kotak, daun, bulat, hingga berbentuk cinta. Rasanya juga bermacam-macam, mulai dari rasa ayam, sapi, abon, kornet, dan berbagai rasa lain.

Cireng Cinta

 

Saya tertarik mencoba mencicipi rasa sapi, dengan tentu saja cireng yang berbentuk cinta. Rasa acinya masih terasa, jadi jangan makan cireng dalam keadaan dingin, karena akan terasa keras. Makanlah sesaat setelah digoreng sehingga kriuknya terasa. Karena di dalam cireng sendiri sudah terdapat oncom, dan biasanya sudah pedas, maka bagi yang tidak suka pedas, tidak usahlah ditambahkan cabe ataupun saus. Tetapi bagi yang suka pedas, bolehlah makan cireng ini ditambahkan dengan saus atapun cabe.

Moral ceritanya adalah, jika kita pengin mulai bisnis, ngga usah terlalu berpikir yang jauh-jauh, mulailah dari apa yang ada di sekitar kita. Jika kita berpikir kreatif, akan banyak potensi yang bisa kita kembangkan dari hal-hal sederhana di sekitar kita.

Selain itu, bukan hanya jenis makanannya yang keren, ataupun jenis produknya. Cara mengemas makanan dengan variasi yang kreatif juga menentukan apakah suatu produk itu akan laku atau tidak. Sesederhana apapun suatu produk, jika dikemas dengan kemasan yang menarik, akan membuat kebutuhan orang akan produk itu menjadi terbangun.

Jadi, pernahkah Anda makan cireng, atau Anda pernah mempunyai pengalaman dengan cireng? Sok atuh diceritakan di sini, siapa tahu memberikan inspirasi bagi para pembaca yang lain.  

Salam Man Jadda Wajada,

BAHAN BACAAN

Buku Man Jadda Wajada, Penerbit Gramedia, Halaman 235-240

Oleh: akbarzainudin | April 3, 2010

Kuliner Banyumasan: Ojolali.com, Tho?

Saat mengisi Pelatihan Man Jadda Wajada di STAIN Purwokerto, saya sempatkan untuk sekedar napak tilas kuliner khas dari Banyumas. Udah lama ngga makan makanan khas Banyumas, jadi terasa pengin. Kalau Anda berjalan-jalan ke sekitar Banyumas (Purwokerto, Cilacap), beberapa makanan khas di bawah ini tidak boleh dilupakan.

GETUK SOKARAJA

Getuk Sokaraja adalah makanan khas Banyumas, dan boleh dibilang salah satu yang tertua. Terbuat dari campuran beberapa macam bahan, utamanya ketela dan gula merah. Diaduk-aduk dengan merata, kemudian digoreng, jika disajikan dalam keadaan panas, ooo, sungguh nikmat.

GetukGoreng, Enak dimakan, bisa bertahan 3 hari.

Sejarahnya cukup lama, dimulai oleh H. Sanpingrad tahun 1918, beliau disebut-sebut sebagai penemu dari resep getuk goreng khas Sokaraja Banyumas ini. Diteruskan oleh keturunannya, H. Thohirin yang kemudian satu per satu mendirikan toko getuk dan oleh-oleh sepanjang jalan Sokaraja.

Toko Getuk Goreng ASLI H.Sanpingrad sejak 1918

Hingga kini, terdapat 10 toko Getuk Goreng ASLI H. Thohirin di sepanjang jalan tersebut. Jika ditanya, mana yang asli, mereka semua akan menjawab mereka semua ASLI, karena memang masih satu keluarga turun temurun mengembangkan getuk goreng ini.

Suasana Di Toko Getuk Goreng ASLI 1

SOTO SOKARAJA

Soto Sokaraja juga merupakan makanan khas Banyumas yang patut dicoba. Berbeda dengan soto lain, salah satu ciri khasnya adalah sambel yang terbuat dari kacang. Sambel kacang ini tidak terlalu pedas, sehingga walaupun kita membubuhkan banyak sambel kacang, tidak akan terasa terlalu pedas.

Soto Sokaraja: recommended soto.

Warung Soto yang terkenal ada dua terutama, Soto Kecik dan Soto Lama. Dua warung ini merupakan warung soto legendaris yang rasanya sudah terkenal. Jangan lupa untuk mampir ke salah satu di antara kedua warung ini yang letaknya bersebelahan.

Warung Soto LAMA, salah satu yang terenak di jl Sokaraja

TEMPE MENDOAN

Tempe mendoan merupakan tempe khas Banyumas yang sekarang ini sudah cukup banyak ditemui di tempat lain, terutama di Jabodetabek. Tempe ini berarti cukup banyak peminatnya di luar Banyumas, termasuk saya. Adalah tempe yang dibuat khusus memakai daun, diberi tepung dan digoreng SETENGAH MATANG. Nah, cara menggoreng setengah matang inilah satu kekhasan yang membuat lidah kita merasakan betapa empuknya tempe mendoan tersebut. Sambelnya bisa dengan sambel kacang atau sambel kecap dengan cabe. Atau bahkan, cukup ditemani cabe hijau setengah piring, TEMPE MENDOAN yang dihidangkan panas-panas, sungguh menggoda lidah dan rasa kita.

Mendoan; tempe digoreng setengah matang. Dimakan lg anget, enake

DAWET AYU BANYUMAS

Namanya aja Dawet Ayu, yang jual aki-aki hebat Man Jadda Wajada

Dari berbagai macam dawet atau cendol di Indonesia, Dawet Ayu Banyumas memiliki rasa yang kurang lebih sama dengan Dawet Ayu Banjarnegara. Berbeda dengan cendol Bandung yang besar-besar dan kenyal, dawet banjarnegara lebih empuk dan lebih kecil bentuknya. Ditambah dengan manisnya gula kelapa asli khas Banyumas, Dawet Ayu Banyumas tidak kalah enaknya dengan dawet-dawet lainnya.

Dawet Banyumas, ngga kalah sama dawet bandung atau dawet jabung

KERIPIK TEMPE

Keripik Tempe Banyumas terkenal karena keripik ini renyah dan gurih. Tempe diiris dengan sangat tipis, kemudian dberi tepung dan digoreng kering. Dengan ketepatan irisan dan ketipisan yang hampir seragam inilah, Keripik Tempe Banyumas layak menjadi teman nonton bola, nonton TV, ataupun buat lauk makan pengganti kerupuk.

Keripik Tempe: gurih dan renyah

Ojolali, mas dan mba. Kalau mampir ke wilayah Banyumas, nikmati berbagai makanan khas di atas. Selamat Mencoba…..

Salam Man Jadda Wajada

Older Posts »

Kategori